Kondisi maskapai di Indonesia saat ini memang sedang memburuk. Beban operasional seperti bahan bakar, pemeliharaan dan sewa pesawat terus meningkat, dan menggerus keuntungan para maskapai. AirAsia Indonesia misalnya, sepanjang 2018, penjualan mereka naik 11 persen. Namun, beban usaha justru naik lebih kencang.
Beban avtur tercatat tumbuh 53 persen, beban pemeliharaan naik 28 persen dan beban sewa pesawat naik 30 persen. Baca juga: Avtur jadi Biang Keladi Mahalnya Tiket Pesawat: Tepatkah? Dengan kondisi itu, maskapai LCC tidak bisa lagi bermain di tarif batas bawah, terutama saat musim ramai (peak season) seperti Lebaran.
Baca Juga: info harga
Mereka pasti mencari pendapatan sebesar-besarnya dengan menaikkan harga tiket sampai tarif batas atas. VP Corporate Secretary Citilink Indonesia Resty Kusandarina menjelaskan bahwa harga tiket pesawat bergerak sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Artinya, semakin tinggi permintaan, maka semakin tinggi pula harga yang ditawarkan.
“Tentunya, harga tiket kami akan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah, atau tidak melewati tarif batas atas. Anda bisa cek di situs kami atau di travel agen,” katanya kepada Tirto.
Artinya peluang harga tiket pesawat bisa turun saat musim lebaran bakal sulit terjadi. Ini karena secara regulasi, maskapai justru dapat ruang mengenakan tarif batas bawah yang lebih tinggi dari aturan sebelumnya.
Yang paling krusial adalah permintaan tiket jelang lebaran tentu secara otomatis akan mengerek harga tiket, dan tak bisa dihindari di tengah adanya keinginan konsumen harga tiket pesawat bisa turun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar