PT PLN (Persero) menyatakan penerapan tarif listrik golongan non subsidi menjadi tidak tetap (adjustment) merupakan sebuah keharusan, jika pemerintah sudah tidak lagi memberi kompensasi.
Plt Vice President Corporate Communication PLN Dwi Suryo Abdullah mengatakan, kompensasi adalah penggantian Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik yang harus dibayarkan pemerintah kepada PLN. Langkah ini untuk menoboki selisih antara harga jual listrik ke masyarakat dengan BBP listrik.
Baca Juga: harga kabel listrik
Hal ini merupakan dampak dari penerapan tarif listrik yang tidak mengalami perubahan sejak pertengahan 2016 sampai akhir 2019. "Karena tarif penjualan tenaga listrik yang lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya," kata Abdul, di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Abdul mengatakan, jika pemerintah memang benar-benar tidak lagi memberikan kompensasi untuk tarif listrik, maka sudah seharusnya tarif listrik pelanggan non subsidi dibuat tidak tetap. Kemudian tarif disesuaikan dengan formula yang digunakan, sehingga mengikuti harga keekonomian.
Untuk diketahui, tiga faktor pembentuk tarif listrik adalah harga Minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), inflasi dan kurs dolar Amerika Serikat.
"Artinya jika memang ada wacana memangkas kompensasi tersebut, penyesuaian tarif listrik atau adjusment menjadi diperlukan. sehingga tidak ada selisih antara harga keekonomian dan tarif yang betul-betul ditetapkan," tuturnya.
Abdul mengaku tak bisa turut campur dengan keputusan pengurangan kompensasi terhadap PLN. Ini sudah menjadi kewenangan pemerintah sepenuhnya.
PLN dikatakan akan melaksanakan dan mendukung keputusan pemerintah tersebut. Sebab itu jika terjadi kenaikan tarif listrik, maka di luar kewenangan PLN.
"Mengenai kemungkinan dinaikkannya tarif dasar listrik (TDL) dalam rangka pengurangan kompensasi ini, mengikuti apa yang jadi persetujuan pemerintah," tandasnya.
2 dari 3 halaman
YLKI: Tarif Listrik Tak Hanya Naik, Tapi Harus Bisa Turun
20160413- Tarif Listrik untuk Rumah Tangga akan Naik-Jakarta- Angga Yuniar
Warga mengecek meteran listrik di rusun tempat tinggalnya, Jakarta, Rabu (13/4). Tarif listrik untuk golongan rumah tangga (R1) 900VA akan naik sebesar 140% mulai 1 Juli 2016. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Yayasan Lembaga Konsumen Indoneia (YLKI) mengingatkan, PT PLN (Persero) tidak menjadikan penerapan kembali tarif listrik tidak tetap untuk golongan nonsubsidi, dijadikan alasan menaikkan tagihan listrik.
Ketua Umum YLKI, Tulus Abadi mengatakan, penerapan tarif listrik tidak tetap atau adjustment tarif merupakan hal yang lumrah, tapi jangan dijadikan ketetapan PLN untuk hanya menaikan tarif. Sebab jika skema tarif listrik tidak tetap juga diterapkan, ada kemungkinan tarif juga turun.
"Adjusment konsep yang terjadi di mana-mana, tapi jangan sampai adjusment sifatnya menjadi legitimasi untuk menaikkan tarif, adjusment itu bisa naik bisa turun," kata Tulus, di Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Tulus menuturkan, dalam menetapkan besaran tarif PLN harus mengikuti pergerakan formula, sehingga jika formula harga turun, tarif listrik juga mengikutinya.
"Kalau dinamika eksternalnya mewajibkan tarif untuk turun, ya harus turun tarifnya, jangan sampai yang terjadi adjusment untuk naikkan tarif tapi juga harus disetting untuk bisa menurunkan tarif," tutur dia.
Artikel Terkait: ukuran pipa PVC
Untuk diketahui, dalam penetapan tarif PLN mengacu pada tiga faktor, yaitu inflasi, kurs dolar Amerika Serikat (AS) dan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).
Dia mengungkapkan, sebenarnya masyarakat pengguna listrik nonsubsidi sudah terbiasa dengan tarif listrik tidak tetap, tapi sejak pertengahan Juli 2016 pemerintah memutuskan untuk menahan tarif hingga akhir 2019.
"Karena ada inkonsistensi kebijakan ada peraturan Menteri ESDM sudah jelas ada adjusment, sudah bagus minimal untuk non subsidi itu bagus, tapi ditahan lagi jadi akhirnya kalau menurut saya harus dimulai lagi dari nol," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar